Selasa, 03 Mei 2011

Contoh Proposal- Perpajakan


I. PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang
            Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat menjadi masalah yang sangat rumit yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah Indonesia berusaha untuk meningkatkan pendapatan yang berasal dari dalam negeri, dan pajak merupakan jawaban atas permasalahan tersebut. Pajak memberikan kontribusi pendapatan Negara Indonesia yang terbesar.
            Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam mengamankan anggaran Negara dalam APBN setiap tahunnya. Penerimaan Negara yang berkesinambungan dimungkinkan dan layak dibangun adalah perolehan dari sektor pajak. Struktur penerimaan Negara dalam APBN menempatkan penerimaan sektor pajak sebagai pos penerimaan terbesar. Kondisi itu tercapai ketika harga minyak bumi yang berfluktuasi di pasar internasional dalam kurun waktu relatif panjang pada awal dekade 1980-an. Fluktuasi harga itu telah membuat struktur penerimaan Negara yang saat itu sangat mengandalkan penerimaan dari minyak bumi dan gas alam (migas) tidak bisa diandalkan lagi untuk kesinambungannya. Untuk itu, pemerintah pada tahun 1983 mengambil kebijakan dengan melakukan reposisi andalan bagi penerimaan Negara yakni dari migas menjadi pajak.
            Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan jumlah penerimaan Negara dengan tidak mengandalkan pada penerimaan dari sektor migas, kemudian dilakukan Reformasi perpajakan sebagai perubahan peraturan lama sampai keakar-akarnya, dasar falsafah dan sistem pemungutan diterapkan di Indonesia. Karena bagaimanapun, dengan mengandalkan sistem perpajakan yang sebelumnya akan menghalangi usaha peningkatan efisiensi industri dalam negeri, dimana sistem perpajakan yang ada dianggap belum efektif untuk menjangkau segala aspek perpajakan. Dan secara jelas IGGI (Inter Govermental Group of Indonesia) menyebutkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia berada di bawah standar sistem perpajakan nasional. (Sony dan Siti, 2006:75)
Pembaharuan sistem perpajakan nasional melalui reformasi perpajakan (tax reform) diupayakan untuk mendukung reposisi penerimaan andalan dari sektor pajak agar berjalan baik. Maka untuk pertama kalinya dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983, yaitu perubahan atas sistem Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Bila dengan Official Assessment System, maka yang menghitung dan menetapkan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh masyarakat adalah pihak fiskus yakni berdasarkan data dan informasi yang dimiliki. Sedangkan dengan Self Assessment System, maka diberikan kepercayaan kepada masyarakat (Wajib Pajak) untuk menghitung sendiri besar pajak yakni sesuai dengan transaksi atau kondisi yang dialami dan kemudian dibayar ke kas Negara.
Perubahan sistem pemungutan pajak tersebut memiliki tujuan penting yaitu meningkatkan jumlah penerimaan pajak sebagai penyumbang terbesar penerimaan Negara untuk tujuan pembangunan. Tujuan reformasi perpajakan menurut Sony dan Siti (2006:78) adalah meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (Tax Payer’s Service Quality) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas Negara, menekankan terjadinya penyelundupan pajak (tax evasion) oleh Wajib Pajak, meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya, menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak, dan meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus maupun kepada Wajib Pajak. Dengan uang yang berasal dari pungutan pajak, negara memperoleh dukungan dana untuk melancarkan roda pemerintahan.
Tetapi disisi lain apabila pungutan pajak dilaksanakan dengan tanpa terkendali dapat berakibat pemerasan terhadap rakyat. Untuk tetap dalam koridor yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara maka pungutan pajak harus taat asas dan mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku. Untuk adanya control dari masyarakat maka para wajib pajak perlu memahami apa yang menjadi kewajiban sebagai wajib pajak, serta memahami apa fungsi pajak sebenarnya. (Suherman Toha, 2001).
            Saat ini Indonesia menganut tiga system pemungutan pajak, official assessment system, self assessment system dan withholding system. Ketiga system diatas memiliki keistimewaan masing-masing. Namun yang memiliki peranan yang paling dominan adalah system self assessment yang mana wajib pajak diberikan wewenang untuk menghitung, melaporkan, dan menyetorkan sendiri pajak yang terutang. Berdasarkan penelitian Siti Kurnia Rahayu (2008:113), kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak memberikan pengaruh terhadap tindakan penyelundupan pajak. Penyelundupan pajak merupakan usaha aktif wajib pajak dalam memanipulasi utang pajak, hal ini dapat terjadi karena iklim perpajakan di Indonesia mengandalkan Self Assessment System. Dengan harapan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak mampu memenuhi harapan dan kebutuhan Wajib Pajak maka akan semakin baik tingkat pelaksanaan Self Assessment System Wajib pajak. Apabila ada ketidaksesuaian dengan peraturan perpajakan yang berlaku, maka aparat yang berfungsi mengawasi Perpajakan akan mengambil tindakan dan memberi sanksi bagi pelanggar peraturan tersebut.
            Pelaksanaan kerjasama antara wajib pajak dengan aparat pajak kadang tidak terjalin dengan baik. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara keduanya. Wajib pajak cenderung berupaya untuk mengurangi beban pajaknya bahkan menghindar dari kewajiban untuk membayar pajak sedangkan pemerintah berupaya untuk menerima pembayaran pajak yang tinggi dari wajib pajak. Bahkan, wajib pajak melakukan kerjasama dengan aparat pajak dalam memperkecil beban pajaknya. Sehubungan dengan permasalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berupa evaluasi terhadap perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Badan dengan studi kasus di PT. Jebsen & Jessen.

1.2.      Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, masalah penelitian yang dirumuskan adalah “Apakah PT. Jebsen & Jessen sudah menerapkan perhitungan, pelaporan, dan penyetoran Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku”

1.3.      Pertanyaan Penelitian
            Untuk mendukung penelitian atas masalah yang dikemukakan disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.       Bagaimana perusahaan menerapkan perhitungan Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan?
2.       Apakah perusahaan melaporkan setiap objek pajaknya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan?
3.       Sejauh manakah perusahaan menerapkan sistem penyetoran pajak terutang apabila disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku?

1.4.Tujuan penelitian
            Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah :
1.       Mengetahui penerapan perhitungan Pajak Penghasilan Badan di PT. Jebsen & Jessen, dan dianalisis apakah dilakukan sesuai Undang-Undang Perpajakan atau tidak sesuai.
2.       Menganalisis pelaporan objek pajak PT. Jebsen & Jessen, serta dianalisis apakah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan atau tidak sesuai..
3.       Mengetahui sistem penyetoran yang diterapkan oleh PT. Jebsen & Jessen, dan dianalisis apakah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

1.5.Asumsi dan Hipotesis
Asumsi adalah kondisi/postulat/dasar pemikiran yang dijadikan landasan berpijak pelaksanaan penelitian. Asumsi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
1.       PT. Jebsen & Jessen termasuk/tergolong sebagai subjek pajak penghasilan badan.
2.       PT. Jebsen & Jessen mempunyai objek pajak penghasilan.
Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan sementara yang diungkapkan secara deklaratif. Pernyataan atau dugaan diformulasikan dalam bentuk variabel agar bisa diuji secara empiris (Murti-Salamah, 2005). Hipotesis penelitian ini adalah PT. Jebsen & Jessen sudah menerapkan perhitungan, pelaporan dan penyetoran Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

II. KAJIAN TEORI

2.1.   Penelitian yang Mendahului
         Adapun penelitian sejenis yang mendahului penelitian ini adalah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yordan Saragih pada tahun 2005, yang berjudul ”perhitungan pajak penghasilan berdasarkan sistem self assassment dan hubungannya dengan laba kena pajak” penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi  sejauhmana PT. Ralindo Aditama telah menerapkan sistem self assassment dalam kegiatan menghitung, melapor dan menyetorkan pajaknya sesuai dengan peraturan Undang-Undang Perpajakan. Metode yang digunakan adalah deskriptif, serta menggunakan dua variabel penelitian yaitu laporan keuangan PT. Ralindo Aditama sebagai variabel independen dan pajak penghasilan sebagai variabel dependen. Penulis berpendapat bahwa kedua hal yang dikemukakan tidak dapat dihubungkan karena sistem self assassment adalah sistem yang sudah ada dan jelas pelaksanaannya sehingga tidak perlu diteliti apalagi dikaitkan dengan laba kena pajak yang hubungannya adalah dengan hasil perhitungan  pajak.
         Merinda tahun 2006, melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ”analisis perhitungan pajak penghasilan badan” studi kasus di PT. Astra Graphia Tbk. Penelitian Merinda menggunakan metode deskriptif karena penelitian yang dilakukan memiliki variabel mandiri yaitu analisis kesesuaian perhitungan PPh badan pasal 21 dengan Undang-Undang Perpajakan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perhitungan dan pelaporan PPh pasal 21 di PT. Astra Graphia Tbk memberikan hasil yang sesuai dengan peraturan Undang-Undang Perpajakan.

2.2.   Teori Terkait
      2.2.1. Definisi Pajak dan Fungsinya
1.   Definisi Pajak
         Tiada pajak yang dapat dipungut oleh negara tanpa adanya undang-undang yang mengatur pemungutan pajak tersebut. Oleh karena itu setiap pemungutan pajak diatur dalam undang-undang yang berlaku.  Adapun yang menjadi dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang dasar 1945 pasal 23 ayat (2) “segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang.”
         Berdasarkan Undang-Undang 1945 pasal 23 ayat (2) di atas lahirlah beberapa undang-undang yang mengatur tentang Perpajakan di Indonesia.  Bahkan sejak 1945 sampai sekarang pemerintah telah beberapa kali mengadakan revisi dan penggantian Undang-Undang Perpajakan seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia.
         Rochmat Soemitro (1990) mengemukakan bahwa  yang dimaksud dengan pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur :
1)      Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang.
2)   Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3)   Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4)   Digunakan untuk membiayai rumah-tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.   Fungsi pajak
Sebagaimana telah diketahui bahwa unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai difinisi, maka terlihat ada dua fungsi pajak :
1)   Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Contoh, dimasukkannya pajak pada APBN (Anggaran pendapatan dan Belanja Negara) sebagai penerimaan dalam negeri, sebagai pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya.
2)   Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. Contoh, dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehinnga konsumsi minuman keras dapat ditekan.

2.2.2. Syarat Pemungutan Pajak
 Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.       Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Maksudnya ialah pemungutan pajak dilakukan secara merata, serta sesuai dengan kemampuan masing-masing, dan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan Pajak.

2.       Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3.       Tidak mengganggu pemerintahan (syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.       Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.       Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.2.3. Pajak Penghasilan (PPh) Badan   
2.2.3.1. Subjek Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan badan adalah setiap penghasilan yang dikenakan pajak. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
Menurut John Hutagaul, subjek pajak pada dasarnya adalah sesuatu yang menurut Undang-Undang Pajak dapat diberi hak dan kewajiban perpajakan.
Daliyo mengatakan bahwa sesuatu yang menjadi subjek adalah manusia (orang) dan badan. Dalam Pasal 1 angka ke-2 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) memberi definisi badan sebagai sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
Yang tergolong subjek pajak badan yaitu badan yang didirikan atau bertempat di Indonesia, dapat berupa PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis lembaga, dan bentuk badan lainnya.

2.2.3.2. Bukan Subjek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1.       Badan perwakilan negara asing
2.       Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
Ø     Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain dari luar jabatannya di Indonesia.
Ø     Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2.2.3.3. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
1.       Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2.       Pengahasilan dari usaha atau kegiatan
3.       Pengahasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, deviden, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4.       Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :
·         Keuntungan karena pembebasan utang
·         Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
·         Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
·         Hadiah undian.

2.2.3.4. Bukan Objek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk objek pajak adalah :
1.       Bantuan sumbangan, seperti zakat
2.       Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil.
3.       Warisan
4.       Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
5.       Deviden atau yang diperoleh badan sebagai wajib pajak
6.       Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
7.       Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
8.       Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham
9.       Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
10.   Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha.

2.2.4.      Perhitungan Pajak Penghasilan ( PPh ) Badan
¨       Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa dan kegiatan. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur maupun penghasilan yang diterima secara tidak teratur.
Berikut merupakan tarif pajak yang berlaku :
1.      Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Tabel 1. Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%


Tarif Deviden
10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
20% lebih tinggi dari yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong (Untuk PPh Pasal 23)
100% lebih tinggi dari yang seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP
Gratis

2.      Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Tabel 2. Tarif Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Tahun
Tarif Pajak
2009
28%
2010 dan selanjutnya
25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek
5% lebih rendah dari yang seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000
Pengurangan 50% dari yang seharusnya

3.      Penghasilan Tidak Kena Pajak
Tabel 3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
No
                      Keterangan
             Setahun
1.
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp. 15.840.000,-
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp. 1.320.000,-
3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp. 15.840.000,-
4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp. 1.320.000,-

¨       Pajak Penghasilan Pasal 22
Cara menghitung pajak penghasilan pasal 22 yaitu:
§  PPh pasal 22 atas impor
Dasar perhitungan PPh pasal 22 adalah penghasilan netto dari pemasukan barang atau biasa disebut sebagai nilai impor. Ada beberapa istilah yang harus dipahami tentang nilai impor, yaitu:
Ø  Free On Board (FOB), yaitu harga perolehan barang berdasarkan nilai mata uang pengekspor.
Ø  Cost (C), adalah harga perolehan barang yang telah disesuaikan dengan mata uang pengimpor. Dihitung dari besarnya harga perolehan dikalikan kurs yang berlaku.
Ø  Freight (F), merupakan biaya pengiriman yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Dihitung dari persentase tertentu dikalikan dengan cost.
Ø  Insurence (I), yaitu nilai asuransi barang yang diimpor yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Asuransi akan diperhitungkan sebagai nilai impor jika asuransi dibayar di luar negeri, sedangkan jika asuransi dibayar di dalam negeri maka asuransi tidak akan diperhitungkan dalam nilai impor. Besarnya insurance dihitung dari persentase tertentu dikalikan Cost + Freight.
Ø  Bea masuk dan bea masuk tambahan dihitung dari persentase tertentu dikalikan Cost + Insuranse + Freight (CIF) atau Cost + Freight (CF).
CIF = cost + insurance + freight
Nilai impor = CIF + bea masuk + bea masuk tambahan
Tarif PPh pasal 22 yaitu:
-          Menggunakan API (Angka Pengenal Importir) = 2,5% x nilai impor
-          Tidak menggunakan API = 7,5% x nilai impor
-          Impor yang tidak dikuasai = 7,5% x nilai impor
§ PPh pasal 22 atas bendaharawan
Pemungutan PPh pasal 22 bendaharawan terjadi saat pembayaran oleh pemerintah. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat atau Daerah, BUMN, BUMD harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP).
Tarifnya yaitu 1,5% x harga pembelian
Dikecualikan:
-          Pembayaran atas penyerahan barang kurang dari Rp 1.000.000
-          Pembayaran untuk BBM, listrik, benda pos, PAM
-          Bukan industri semen, rokok, kertas, baja, dan otomotif
¨       Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21, meliputi deviden, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa tertentu.
Tarif PPh pasal 23  sebasar 15% untuk objek pajak berikut:
-          Deviden (tidak termasuk deviden dari penghasilan luar negeri)
-          Royalti (tidak termasuk royalti dari penghasilan luar negeri)
-          Bunga (premium, obligasi, diskonto dan imbalan sehubugan dengan jaminan pengembalian hutang)
-          Hadiah senilai yang dipotong PPh pasal 21 (tidak termasuk hadiah undian)
Tarif PPh pasal 23 sebesar 2% untuk objek pajak berikut:
-          Sewa dan penghasilan atas penggunaan harta (tidak termasuk sewa tanah atau bangunan)
-          Imbalan jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan dan jasa lainnya.
¨       Pajak Penghasilan Pasal 24
Wajib pajak dalam negeri, pemungutan pajaknya berdasarkan atas asas domisili, yaitu terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik dari dalam negeri maupun luar negeri (world wide income). Oleh karena itu, untuk meringankan beban pajak berganda yang dapat terjadi atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri, maka dibuat peraturan yang memperbolehkan pengurangan (kredit pajak) atas pajak yang dibayarkan di luar negeri terhadap pajak penghasilan terutang. Pengkreditan atau pengurangan pajak luar negeri disebut sebagai Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) atau PPh pasal 24.
¨       Pajak Penghasilan Pasal 25
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan cara pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga dan Wajib Pajak membayar sendiri. Pajak penghasilan dimana dilakukan pemungutan atau pemotongan oleh pihak ketiga adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23 dan PPh pasal 24. Sedangakan Pajak penghasilan dimana Wajib Pajak menyetor sendiri adalah PPh pasal 25. Pajak yang dibayar ini bersifat angsuran, dalam arti diangsur setiap masa pajak. Oleh sebab itu PPh pasal 25 biasa disebut sebagai angsuran pajak karena mengatur tentang besarnya pajak yang harus diangsur oleh Wajib Pajak setiap bulannya.
¨       Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau yang sering disebut sebagai PPh final yaitu:
-          Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia = 20% x bruto
-          Penghasilan berupa sewa tanah dan/ atau bangunan = 10% x bruto
-          Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan = 5% x bruto
-          Usaha jasa konstruksi, 2% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi kecil, 4% untuk penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha, 3% untuk penyedia jasa selain yang tidak memiliki kualifikasi usaha, 4% untuk perencanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyelia jasa yang memiliki kualifikasi usaha, 6% untuk perencanan konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
-          Penghasilan atas hadiah undian = 25% x bruto
Ketentuan penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun
1.   Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif umum, dikurangi dengan kredit pajak dan angsuran bulanan yang telah dibayar atau telah ditetapkan untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
a.  PPh Pasal 21/26 (khusus WP orang pribadi);
b.  PPh Pasal 22;
c.  PPh Pasal 23;
d.  PPh Pasal 24 (kredit Pajak LN);
e.  PPh Pasal 25;
f.  PPh Pasal 4 ayat (2), PPh final
2.   Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari kredit Pajak dan angsuran bulanan, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan.
3.   Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih besar dari kredit pajak dan angsuran bulanan, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

2.2.5. Pelaporan Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) / Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
A.     Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.
Fungsi NPWP adalah :
·         sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
·         sebagai identitas Wajib Pajak
·         menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan   administrasi perpajakan
·         dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan
B.     Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
      Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakukan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a.       Membayar sendiri pajak yang terutang :
1.         Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
2.         Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
b.       Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
Ø  Pemberi penghasilan
Ø  Pemberi kerja
Ø  Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan (SPT) berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.
Ada 2 jenis SPT, yaitu SPT Masa yang dilaporkan untuk suatu masa pajak dan SPT Tahunan untuk suatu tahun pajak.

Tabel 4. Jenis SPT Serta Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporannya
No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2
PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3
PPh Pasal 25(angsuran Pajak) untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Akhir masa Pajak terakhir
Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
4
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
7 hari setelah pembayaran
5
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
6
PPh Pasal 22 - Pertamina
Sebelum Delivery Order dibayar

7
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
8
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 15
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu
Sesuai batas waktu per SPT masa
Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir
9
PPN dan PPn BM - PKP
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
10
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
Tgl. 17 bulan berikut
Tgl. 14 bulan berikut
11
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
Tahunan
1
PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21
Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----



2.2.6. Penyetoran Pajak Terutang
Dalam menyetorkan pajak terutang digunakan formulir penyetoran yang disebut Surat Setoran Pajak (SSP).
SSP adalah bukti pembayaran dan penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Fungsi SSP adalah sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat Kantor penerima pembayaran yang berwenang atau telah mendapatkan validasi.

Tabel 5. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
Jenis Pajak
Batas Waktu Penyetoran
PPh pasal 21
Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 22, PPN, dan PPnBM atas impor (oleh wajib pajak)
Bersamaan dengan pembayaran bea masuk dan dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
PPh pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor (oleh Ditjen Bea Cukai)
1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak
PPh pasal 22 Bendaharawan
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
PPh pasal 22 Bahan Bakar
Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
PPh pasal 22 Pemungutan oleh Badan Tertentu
Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
PPh pasal 23
Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
PPh pasal 25
Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
PPh pasal 4 ayat (2) oleh Pemotong Pajak Penghasilan
Tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir
PPh pasal 4 ayat (2) Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa pajak berakhir



III. METODE PENELITIAN


3.1.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di PT. Jebsen & Jessen, Jakarta, untuk mengkaji mengenai evaluasi perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Badan. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama dua bulan yaitu bulan Januari – Februari 2011.

3.2.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif studi kasus. Pendekatan deskriptif memakai dua klasifikasi, metode numerik atau angka untuk mendeskripsikan data kuantitatif yang berhubungan dengan perhitungan PPh Badan, seperti Rekonsiliasi Fiskal untuk mengetahui besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan PPh terutang Badan, pengisian SPT, dan perhitungan data dalam lampiran-lampiran SPT, dan ukuran variabilitas berupa kebijakan PT. Jebsen & Jessen dalam menghitung, dan melaporkan PPh Badan yang disesuaikan dengan peraturan Perpajakan yang berlaku.

3.3.      Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah PPh Wajib Pajak Badan yang dihitung dan dilaporkan kepada aparat pajak oleh PT. Jebsen & Jessen yang dilihat dari Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan Wajib Pajak Badan, laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
Agar pengumpulan data dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas maka ditentukan sampel penelitian berupa PPh Wajib Pajak Badan untuk tahun 2008 – 2010.

3.4.      Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa bukti dan dokumen-dokumen pajak yang secara langsung diperoleh dari objek penelitian. Data sekunder dipilih secara simple random berupa Rekonsiliasi fiskal, bukti pemotongan dan pemungutan PPh oleh wajib pajak badan, lampiran-lampiran SPT masa dan tahunan, serta Surat Setoran Pajak (SSP).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer yaitu:
·         Wawancara ( interview ), adalah tekhnik pengumpulan data dengan melakukan tanya-jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, yaitu wawancara dengan Kepala Bagian Pajak dan karyawan bagian pajak PT. Jebsen & Jessen. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk uraian tertulis/narasi dan bagan arus/flowchart.
·         Dokumentasi, adalah tekhnik pengumpulan data dengan mencatat hasil dari wawancara dan dokumen berupa bukti-bukti pajak, laporan keuangan dan laporan tahunan.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yaitu mempelajari dan menelaah berbagai bacaan yang mencakup buku-buku teks, diktat, instansi pemerintah, perpustakaan, jurnal-jurnal, web site, laporan keuangan dan laporan lain yang telah dimiliki oleh PT. Jebsen & Jessen.

3.5.      Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini hanya terdiri atas satu variabel utama maka diberikan deskripsi teoritis untuk tiap-tiap variabel serta besaran variabel yang diteliti. Terdapat tiga subvariabel yaitu perhitungan, pelaporan serta penyetoran PPh Badan yang dilihat kesesuaiannya dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Dalam penelitian ini dipakai laporan keuangan komersial yang telah dilakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu proses penyesuaian antara laporan keuangan fiskal yang sesuai dengan ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan komersial yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk memperoleh perhitungan pajak. Penyesuaian laporan keuangan komersial dengan laporan fiskal terjadi karena adanya perbedaan prinsip dalam pengakuan pendapatan dan biaya, atas penyesuaian itu perlu diadakan pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara dan perbedaan tetap antara ketentuan pajak dan SAK.

3.6.       Metode Analisis Data
Untuk menilai perhitungan PPh badan yang telah dilakukan perusahaan maka dilakukan perbandingan dengan cara perhitungan PPh badan sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan. Setiap data yang diterima dari perusahaan berupa Rekonsiliasi fiskal, bukti pemotongan dan pemungutan PPh oleh wajib pajak badan, lampiran-lampiran SPT masa dan tahunan, serta Surat Setoran Pajak (SSP) diperiksa satu per satu dan dikelompokkan berdasarkan jenis pajaknya.
o   Pajak Penghasilan Pasal 21/26
Ø  Pegawai tetap
Gaji setahun                                                                               xxx
Tunjangan jabatan                                                                      xxx
Tunjangan lain yang diberikan perusahaan                                    xxx
Premi asuransi yang dibayar perusahaan                                      xxx
            Pengahasilan bruto                                                         xxx
Pengurangan:                                                                            
     Biaya jabatan 5%                                 xxx                           
     Iuran pensiun                                       xxx                           
     Iuran THT                                           xxx                            (xxx)
Penghasilan neto setahun                                                            xxx
PTKP                                                                                       
     Wajib pajak                                          xxx                                      
     WP kawin                                            xxx                           
     Tanggungan                                         xxx                            (xxx)
PKP                                                                                          xxx
PPh pasal 21/26 terutang
Dikalikan sesuai dengan tarif pajak yang berlaku =                       xxx1

Ø  Atas pembayaran uang Rapel
Gaji setelah naik                                                                         xxx
Tunjangan jabatan                                                                      xxx
Tunjangan lain yang diberikan perusahaan                                    xxx
Premi asuransi yang dibayar perusahaan                                      xxx
            Pengahasilan bruto                                                         xxx
Pengurangan:                                                                            
     Biaya jabatan 5%                                 xxx                           
     Iuran pensiun                                       xxx                           
     Iuran THT                                           xxx                            (xxx)
Penghasilan neto setahun                                                            xxx
PTKP                                                                                       
     Wajib pajak                                          xxx                                      

6 komentar: